Mendikdasmen: Numerasi Siswa Indonesia Rendah Akibat Dari Tingkat Literasi Yang Juga Rendah
Rendahnya kemampuan numerasi siswa Indonesia dinilai sangat erat hubungannya dengan tingkat literasi yang juga masih lemah. Banyak anak belum terbiasa membaca dengan baik, sehingga kesulitan saat harus memahami soal cerita dalam matematika atau instruksi yang agak panjang. Bahkan, hal sederhana seperti membaca jam analog masih menjadi tantangan. Menurut Mendikdasmen Abdul Mu’ti, literasi bukan hanya sekadar bisa membaca huruf, melainkan juga kemampuan memahami makna bacaan. Jika hal ini belum terbentuk, otomatis numerasi pun ikut terganggu karena keduanya saling berkaitan. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah cara belajar di sekolah yang masih cenderung kaku dan monoton. Siswa sering kali hanya diarahkan menghafal rumus tanpa diajak berdiskusi atau diajarkan menghubungkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Padahal, metode belajar yang lebih interaktif dapat membantu anak berpikir kritis dan memahami konsep dengan lebih mudah. Kurangnya akses bahan bacaan yang menarik dan sesuai usia juga memperburuk kondisi, membuat anak-anak sulit menumbuhkan kebiasaan membaca secara konsisten. Untuk memperbaiki situasi ini, perlu ada perhatian serius dari sekolah maupun orang tua dalam menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Anak-anak bisa dikenalkan pada bacaan ringan dan seru agar mereka terbiasa menikmati proses membaca. Selain itu, guru dan orang tua bisa mengajak anak mendiskusikan isi bacaan serta mengaitkannya dengan aktivitas sehari-hari. Dengan fondasi literasi yang kuat, kemampuan numerasi akan berkembang lebih baik